Goa
payaman terletak di Kepuhan RT.11, Argorejo, Sedayu, Bantul,Yogyakarta
sekitar 14 Km dari kota Yogyakarta. Dari jalan raya yogya wates km 12 tepatnya
diperempatan sedayu kearah selatan kurang lebih 1,5 km melalui jalan sedayu
gesikan, sarana dan prasarana jalan sudah cukup memadai dan dapat dilalui oleh
kendaraan roda 4, truck dan bus.
Sejarah
Payaman
Oleh
juru kunci :
Ki
Sastro Jumadiyono & Ki Ngadiman
Sejarah Gua Payaman
I.
Asal
mula gua Polaman/Gua Payaman
Terletak di Bukit Selo, dahulu Bukit Selo adalah Bukit
bebatuan, bukit terjal, bukit batu kapur. Bukit Selo merupakan deretan Bukit,
dari Argodadi sampai Argorejo (sekarang). Bukit Selo memendam misteri sejarah
diantaranya adanya Gua Payaman yang terletak di daerah Argorejo sebelah selatan
berbatasan dengan Argodadi.
Gua
Payaman terdiri dua Gua yang terkenal :
1. Gua Lanang
2. Gua Wadon
Dua Gua tersebut memiliki cerita, bahwa Gua
Payaman pada waktu itu dijadikan pelarian (persembunyian Prajurit Majapahit
ketika terjadi perang Kerta Bumi dengan Rana Wijaya serta Demak dengan
Majapahit). Pada waktu Majapahit yang berkuasa dalam masa pemerintahan Kerta
Bumi (Brawijaya V) terjadi perang saudara terus-menerus.
II.
Demak
dengan Majapahit
Pada
waktu R.Patah memohon kepada ayahandanya ingin membuat masjid dilingkungan
Kraton Majapahit. Serta ingin agar ayahanda berganti keyakinan (agama) menjadi
agama islam. Akan tetapi sang Prabu tidak mau akan tawaran itu, serta tidak
mengizinkan jika didirikang masjid dilingkungan Kraton, terkecuali jika hanya
mengajarkan agama Islam. Karena kebijaksanaan sang Prabu dalam pemerintahan,
para pejabat kerajaan pun diperbolehkan memeluk agama Islam. Akan tetapi,
R.Patah tidak sabar ingin segera mewujudkan cita-citanya yaitu mengislamkan
masyarakat tanah Jawa. Beliau telah diperingatkan para Wali, supaya cara
mengislamkannya jangan menggunakan kekerasan apalagi peperangan. Namun, R.Patah
tetap pada kehendak hatinya.
Keinginan
Raden Patah untuk segera menguasai Majapahit, menjadikan peperangan anatara
Demak dan Majapahit. Demak yang menjadi Senopati adalah sunan Kudus dan Sunan
Ngundung, sedangkan Majapahit, Adipati Terung dan Mpu Sopa Anom. Adipati Terung
adalah adiknya R.Patah, Mpu Sopa Anom adalah adik iparnya Sunan Kalijaga. Dalam
peperangan Sunan Ngundung tewas ditangan Adipati Terung, Kerajaan Demak mundur
untuk sementara waktu. Dengan Tewasnya Sunan Ngundung menjadi pemikiran para
Wali.
III.
Pemberontakan
R.Rana Wijaya ke Majapahit (masa Kerta Bumi)
R.Rana
Wijaya adalah putra Singha Wikrama. Pada waktu Singha Wikrama berkuasa
diberontak oleh Kerta Bumi dan berhasil ditaklukkan, Kerta Bumi menang. Singha
Wikrama melarikan diri dari Majapahit ke Kediri, dengan keluargnaya dan
Prajurit yang masih setia dalam pengungsian Singha Wikrama menyusun kekuatan.
Setelah siap dengan Bala Tentaranya yang dipimpin R.Rana Wijaya, berangkatlah
memberontak Kerta Bumi.
Dengan waktu yang bersamaan, Demak
melalui pemikiran Para Wali yang dipercaya (Sunan Giri dan Sunan Kalijaga)
membuat siasat perangnya agar tidak terjadi banyak korban jiwa. Sunan Giri
menemui Senopati Adipati Terung untuk bergabung ke Demak daripada terjadi
perang saudara terus-menerus. Sedangkan Sunan Kalijaga menemui adik ipar Mpu
Sopa Anom untuk bergabung dengan Demak, melalui cara yang halus jangan sampai
sang Prabu mengetahuinya. KarenaMpu Sopa Anom adalah kepercayaannya Sang Prabu,
maka Mpu Sopa Anom juga disuruh agar membujuk sang Prabu mengungsi,
meninggalkan Kerajaan demi keselamatan Sang Prabu Kerta Bumi. Kedua Senopati
(Mpu Sopa Anom dan Adipati Terung) menyanggupi perintah para Sunan. Kemudian
Mpu Sopa Anom menemui sang Prabu untuk mengungsikan Sang Prabu dengan cara yang
halus. “Demi keselamatan Sang Prabu, sementara waktu agar Sang Prabu mengungsi
meninggalkan kerajaan, kiranya yang lebih aman ke Gnung Lawu tempat Sang Resi
Maha Meru, jika keadaan sudah aman, barulah kembali lagi ke Kerajaan, Akhirnya
bujukan Mpu Sopa berhasil, Sang Prabu meninggalkan Kerajaan dan pergi ke Gunung
Lawu hanya dengan dua pengawal.
1. Tumenggung Edro Sujarwo
2. Pangeran Purbo Wiwoho
Prajurit yang dipimpin Senopati
Gusti Panesti Kalangkabut melawan Prajurit Rana Wijaya, kerana Adipati Terung
dan Mpu Sopa Anom sudah meloloskan diri dari peperangan.
Bersamaan
dengan itu, Senopati Demak Sunan Kudus dan Prajuritnya mengetahui bahwa Kraton sudah
kosong, isi Kraton termasuk isteri Permaisuri sang Prabu di boyong dan tidak
bisa dibawa olehnya dibakar hingga hangus. Peperangan dimenangkan oleh Rana
Wijaya, karena Majapahit sudah hancur maka Majapahit pindah ke Dha Ha Kediri.
R.Rana bergelar Gerindra Wardana Dyah Rana Wijaya / Browijoyo VI (1471-1519).
IV.
Sang
Prabu Kerta Bumi/Browijoyo V
Dalam
pengungisan di Gunung Lawu bersama dua pengawal, sesudah sang Prabu Kerta Bumi
sampai di Gunung Lawu bertemu dengan sang Resi Maha Meru bercerita keadaan
Majapahit dan yang menjadi permasalahannya sang Resi juga tersinggung tentang
keyakinan yang dianutnya. Karena dalam ajarannya suatu keyakinan tidak boleh
dipaksakan, lalu Sang Resi dan Poro Cantrik mempersiapkan diri apabila nanti musuh
sampai di Gunung Lawu.
Cantrik yang menjadi Sanditelik
melapor kepada Sang Resi, bahwa Prajurit Rana Wijaya akan ke Gunung Lawu
menangkap sang Prabu, Sang Prabu mendengar perkataan Cantrik, lalu Sang Prabu
pamit kepada Sang Resi untuk meninggalkan Gunung Lawu. Kepergian Sang Prabu
diizinkan untuk pergi meninggalkan Gunung Lawu ditemani dua Cantrik dan dua
Pengawalnya.
Dalam perjalanan sang Prabu menuju
kearah Barat, sang Prabu merasa sangat sedih, karena Kerajaan sudah hancur, dikejar-kejar
musuh lalu tiada tempat yang akan dituju melangkah tanpa tujuan yang pasti.
Hanya kedua Cantriknyalah yang bisa menghibur, “sampun Pinesti” (sudah takdir)
setiap kali menghibur selalu terucap kata itu. Dan akhirnya Sang Prabu
nglenggono (ikhlas) Yo Cantrik Aku pinesti garising Kuwoso, Gusti Pinesti,
Gusti Prabu ganti nama menjadi Gusti Pinesti untuk nyamudono(menyamar).
V.
Kedatangan
R.Rana Wijaya ke Gunung Lawu
Bertujuan ingin menangkap Kerta
Bumi, tetapi sesampainya di Gunung Lawu tempat Padepokan Resi Maha Meru, Kerta
Bumi sudah pergi. Karena sebelah barat Gunung Lawu merupakan kekuasaan Demak,
maka R.Rana wijaya tidak berani meneruskan pengejaran Kerta Bumi melainkan
memohon kepada Sang Resi doa’nya untuk merestui (Jumeneng Noto) di Dha Ha
Kediri karena Kraton Majapahit sudah hancur, apabila dibangun membutuhkan biaya
besar, lalu R.Rana Wijaya dan Prajuritnya pulang ke Kediri.
VI.
Perjalanan
Sang Prabu (Browijoyo V) dari Gunung Lawu)
Perjalanan
yang amat melelahkan tak mengehentikan semangatnya, begitupun dua Cantrik dan
Pengawalnya yang senantiasa menemani dalam suka dan duka. Pakaianya yang
compang-camping, tidak layak apabila digunakan oleh raja, nama yang sudah ganti
menjadi Gusti Pinesti/Panesti membuatnya tidak dikenal oleh orang-orang yang
dulu mengenali dirinya.
Sampailah
di Bukit bebatuan/Bukit Selo, didapatinya sebuah Gua yang terletak ditengah
bukit, sebelah timur pegunungan, sebelah selatan bukit, seblah barat jurang dan
sungai tetapi tempatnya nyaman dan aman karena perjalanan sudah pol sampai di
Gua, keadaan aman (lalu jadilah nama Panyaman). Gua Polaman/Panyaman terbagi
menjadi dua bagian yang pertama Gua Lanang dan yang kedua, Gua Wadon. Menurut
sejarah, Gua Lanang ini dijadikan tempat bertapa, sedangkan Gua Wadon dijadikan
tempat tinggal Sang Prabu Kerta Bumi/Browijoyo V Gusti Pinesti. (Dia bertekad
tidak akan kembali lagi ke Majapahit/Demak sampai akhir hayatnya di Gua
Payaman).
VII. Senopati Majapahit : Adipati Terung, Mpu
Sopa Anom/Sendang Sedayu, Gusti
Pinekti/R.Tawang Sari Dalam Pelarian/Mengungsi
1. Adipati Terung (adiknya
R.Patah/Senopati Majapahit)
Karena dipengaruhi Sunan Giri,
meloloskan diri mengungsi sampailah ke Bukit Beji dekat Mangir. Adipati Terung
disarankan oleh Joko Balut/R.Megatsuri/Ki Ageng Mangir I, yang sudah terlebih
dahulu dedukuh disitu.Supaya ikut dedukuh di Bukit Beji (=Bidji=Bi
Bitsiji=Bibit Pertama kali Joko Balut babat disitu).
2. Mpu Sopa Anom (menantu Adipati Tuban
adik iparnya Sunan Kalijaga dijodohkan dengan Dewi Rosuwulan)
Sesudah
perjalanan, bertemu dengan Sunan Kalijaga, Mpu Sopa Anom bertanya kepada jeng
Sunan Kalijaga : “Rokomas Kalijaga dimana ya kiranya tempat yang aman untuk
mengungsi ?”. Jawab kanjeng Sunan Kalijaga: “Pergilah terus ke barat sampai
Kali Progo, sebelah timur ada perbukitan diantaranya Bukit Selo, Bukit Beji
disitu sudah ada Prajurit Majapahit yang tinggal disekitar Bukit tersebut.
“Terimakasih Rokomas, saya kan meneruskan perjalanan jauh dan melelahkan, maka
Mpu Sopa Anom berhenti istirahat, teryata sudah sampai Bukit Bedji
bertemudengan Joko Balut/Ki Ageng Mangir I. Bedji tempatnya tinggi, angin laut
semilir Laut Selatan juga bisa terlihat dengan jelas pada waktu itu. Beliau
juga dipertemukan dengan Adipati Terung yang sudah terlebih dahulu mengungsi.
Setelah bertemu dan membicarakan banyak hal tentang Majapahit lalu memutuskan
mencari tempat yang lebih aman. Alasan menetap di pengungsian karena jika
pulang pasti masih diancam musuh (dilakukan demi keselamatan keluarga). Sopa Anom
bertanya pada Ki Ageng I, kalau Bukit Selo itu disebelah mana Ki Ageng?, ada
disebelah utara sana, coba kamu lewat tepian Kali Progo kalu sudah sampai anak
sungai (Kali Konteng), di sebelah timur Kali Konteng itulah bukit Selo. Dengan
demikian, Mpu Sopa Anom pamit kepada Ki Ageng Mangir I, juga Adipati Terung
untuk menuju ke Bukit Selo.
Sesampainya
di Bukit Selo, Mpu Sopa Anom menelusuri Bukit, lalu bertemu dengan Cantrik
disekitar Gua Payaman dan bertanya: “Kisanak, benarkah ini Bukit Selo? Benar
Gusti. “Apakah disini tempat tinggal yang aman untuk pengungsian? “Jawab
Cantrik (Cantrik mengetahui bahwa mereka adalah Prajurit Majapahit) : Ada
Gusti, mari saya antar ke Gua, bahwa didalam Gua sudah ada yang menempati yaitu
Gusti Panesti/Pinesti tetapi Mpu Sopa Anom tidak mengenal Prabu karena
pakaianya yang compang camping dan namanya telah berganti. Akan tetapi Gusti
Pinesti tetap mengenal mereka (Prajurit Majapahit. Mpu Sopa Anom). Maka, untuk
sementara waktu bertempat tinggal disekitar Gua Payaman. Anak dan isterinya
masih ditinggal di Bedji tempat pengungsian pertama. Sesudah punya tempat
tinggal (Gubuk) tepatnya diatas Gua Lanang, lalu anak isterinya dijemput dari
pengungsian dibawa ke tempat persinggahan yang baru yaitu di sekitar Gua Payaman.
Mpu
Sopa Anom + Rosuwulan mempunyai lima orang anak. Anak pertamanya menjadi
Adipati Tuban, kedua Nimas Arus Sar, ketiga R.M. Sidoaji Sopa, keempat Nimas
Sidoaji Sopa, kelima meninggal bersamaan dengan ibunya ketika melahirkan. Mpu
Sopa Anom membuka hutan sebelah utara dari Gua Payaman (yang sekarang menjadi
Sedayu), berasal dari kata Sendang Sedayu, berdampingan dengan Ki Ageng Karang.
Sesudah bisa ditempati, temat tinggalnya
indah ke Sedayu, putrinya yang bernama Nimas Sido Ayu Sopa dijodohkan dengan Ki
Ageng Karang, jadilah nama desa Sedayu Karang. Lalu dikaruniai putra bernama
R.M. Karang Lo, R.M. Karang Lo ngabdi ke Mataram diberi jabatan Demang.
Lalu putrinya yang bernama Nimas
Arum Sari dijodohkan R.Wongso Prono/Syekh Bela Belu yang bernama Nimas
Kuncorowati, punya putra bernama R.M Senowo, menurut sejarah R.M Seno adalah
kepercayaan Ki Ageng Mangir di daerah Sedayu/ abdi dalem Mangir Kang Kinasih
apabila sowan ke Mangir diantar jemput Kuda ki Ageng Mangir, jadi apabila Ki
Ageng Mangir nimbali hanya utusan kuda untuk menjemput apabila pulang juga
diantar(kuda pulang sendiri).
Sedangkan Syekh Bela Belu/R.Wongso Prono Putra
Browijoyo V No.32 makam Syekh Bela Belu di Mancingan/Parang Tritis. Menurut
sejarah, apabila ketempat cucunya (R.M Senowo) maupun pulang dari Senowo Syekh
Bela Belu hanya (menyerbetkan sorbanya) sudah sampai tujuan. Pada akhirnya Mpu
Sopa Anom ditinggal isterinya Nimas Rosuwulan gelisah terus, karena dulu ketika
awal pertemuannya berjanji sehidup semati, mungkin itu yang menjadi
kegelisahannya. Mpu Sopa Anom memutuskan untuk bertapa di Gua Payaman (Gua
Lanang) sampai akhir hayat (Musno sakragane) menurut sejarah dia bertapa sampai
Gua Lanang tertutup dengan sendirinya.
VII.
Gusti
Panekti Putra Browijoyo V. No.90
Senopati Majapahit, masih muda
pemberani, keras dan tegas (bahasa jawanya : lagi mempeng) Sesudah Senopati
yang lain, seperti Mpu Sopa Anom dan Adipati Terung meloloskan diri
meninggalkan peperangan, Gusti Pinekti keseser Prajuritnya kalang kabut, Gusti
Pinekti terkena panah ketika mengendarai kudanya dengan kencang sampai desa
Tawang Sari jatuh tak sadarkan diri. Ditolong oleh muridnya Jeng Sunan
Kalijaga, lalu dibawa ke Padepokan dan diobati. Sementara waktu di Tawang Sari
sampai sembuh lukanya, sambil mengaji dengan Sunan Kalijaga, dan diberi nama
oleh Jeng Sunan Tawang Sari, setelah sembuh lukanya, minta pamit untuk
meneruskan perjalanan mencari ayahandanya dan saudara-saudaranya.
Pada waktu Gusti Pinesti pamit,
Sunan Kalijaga bertanya : “Akan kemana Kisanak? Raden Panekti menjawab : “Akan
mencari Ayahanda Kerta Bumi dan saudara-saudaraku. “Jika begitu, Kisanak
pergilah kearah Barat, setelah sampai Kali Progo sebelah timur ada Bukit
bebatuan, disitulah Bukit Selo dan ditempat itulah ayahandamu berada. “Baiklah,
terimakasih Jeng Sunan”. Lalu, Gusti Panekti pergi meninggalkan desa Tawang
Sari.
Dalam perjalannya tidak ada yang
menemani hanya Kuda yang dikendarainya, naik gunung, turun jurang sampailah
tepi Kali Progo, disitu yang sudah ada penghuninya bertanya kepada Orang
Deres(penyadap kelapa) kepala dan minta nira (badek) sesaat disitu teryata yang
ditanya masih saudaranya sendiri yaitu Joko Balut/Ki Ageng Mangir. Lalu, Gusti
Pinekti diajak ketempat tinggal Ageng untuk sementara waktu tinggal di Mangir,
sambil bercerita tentang Majapahit. Dan tujuannya sampai ke tepi Kali Progo,
Gusti Pinekti diberitahu untuk ke Bukit Selo, sebelah utara. Untuk menelusuri
tepi bukit, sesudah pol sampai utara bukit bebatuan.
Sampai di Bukit Selo bertemu dengan
dua cantrik yang sedang mencari rumput, Gusti Pinekti bertanya : “Kisanak,
apakah benar ini adalah Bukit Selo?”, benar Gusti. “Apakah disini ada tempat
yang aman untuk pengungsian?|, ada Gusti, mari kami antar. Gusti Pinekti
diantar ke Gua Panyaman. Disitulah Gusti Pinekti bisa bertemu dengan
ayahandanya Kerta Bumi dan juga Mpu Sopa Anom, Endro Sujarwo, Purbowiwoho dan
Prajurit lainnya, Gua Payaman adalah tempat pengungsian yang paling aman.
Karena luka panah beracun, yang tidak bisa disembuhkan secara total, akhirnya
Gusti Pinekti wafat di Gua Payaman, dan dimakamkan di sebelah timur Gua Wadon
Payaman.
VIII.
Browijoyo
V mempunyai putra yang bernama Joko Mulyo/Permodo (Putra No.17) mempunyai putra
Joko Suhendro/Endo Sujarwo. Jadi menantu Adipati Penging, dia adalah Pengawal
raja dengan Joko Wowoho/Purbowiwoho.
Gusti
Endro Sujarwo + Dyahayu Retnosari mempunyai putra dan putri diantarannya :
1. Ge-Inderatama
2. Nimas Lukitasari
3. R. Manjuro Geindratam
R. Geindratama mengembara entah kemana,
Nimas Lukitosari dijodohkan dengan Joko Tileng/Wono Rekso, putra Gusti
Purbowiwoho bertempat tinggal disebelah selatan dari Gua Payaman, sedangkan R.Manjuro
dijodohkan dengan putri Cantrik yang ikut mengungsi. Tempat tinggal disebelah
timur Gua Payaman. Gusti Endro Sujarwo sampai wafat juga dimakamkan di makam
Payaman.
IX.
Gusti
Joko Wiwoho/Purbowiwoho putra Penging masih saudara ipar dengan Gusti Endro
Sujarwo
Gusti
Purbo Wiwoho + Wulan Doro Ajeng putri Selo Manik, mempunyai putra dan putri
1. Joko Tileng/Wono Rekso
2. Dewi Andayani
3. Maha Reni
Wono
Rekso + Lukitasari mempunyai putra
1. Wilo Aji
2. Wirokromo
3. Wiroyudo
4. Wirowati
Dewi Andayani ikut suaminya
disebelah barat Kali Progo, sedangkan Maha Reni dijodohkan dengan Joko Lantung
atau Ki Buyut, Gusti Purbowiwoho sampai wafatnya juga di Panyaman dan
dimakamkan di makam Panyaman.
X.
Ganti
Kang Cinarito
Yang
pernah Bertapa di Gua Panyaman
- R. Wongso Prono/Syekh Bela Belu/ yang dimakamkan di G.Mancingan putra Browijoyo No.32
- R. Jaka Balud/R.Megatsari/Ki. Ageng Mangir I Babat Tanah Mangir Putra Brawijoyo No.43
- Sunan Geseng/Ki Ageng Cokrojoyo Putra dari R.Dubruk/R.Semawung, R.Dubruk putra Browijoyo V. No.40
- Joko Tinkir Putra Penging, Buyut Browijoyo V (waktu ditudung Sultan Demak)
- Ki Ageng Selo, Buyut Browijoyo V(waktu ingin menjadi Prajurit Demak dihina Sultan Demak)
- Sinang Joyo/Ki Ageng Giring I Buyut Browijoyo
Masih banyak lagi, setelah diketahui Gua Panyaman sebagai tempat persemayaman seorang Raja dan Senopati Majapahit Belanda datang berubah menjadi Gua Panyaman, apalagi setelah Kali Kanteng dibendung pertengahan abad-17, kerjasama Mataram dan Belanda, bendungan runtuh abad-18 ketika terjadi Perang Diponegoro. Gua Panyaman pernah dijadikan markas P.Diponegoro pada waktu perang Gerilya melawan Belanda
Sejarah
ini diambil dari
1. Sejarah Nasional
2. Carita Masyarakat
3. Babat Tanah Jawa
4. Cerita Legenda
R.Bekel Purbo lah yang membuka
sejarah Gua Payaman setelah sekian tahun dijajah Belanda dibantu oleh Simbah
Wono Semito. Mbah Wono semito kemudian dijadikan juru kunci Gua Payaman,
sesudah Raden Bekel Prawiro Purbo meninggal (W.Ahad kliwon 15 Dzulkaidah tahun
Dal 1863/4 Maret 1933 M) dan dimakamkan di Karang Kabolotan (Senin legi 16
Dzulkaidah 1863/5 Maret 1933 M). Sesuai dengan wasiatnya, Simbah Wono Semito
sebagai juru kunci Karang Kabolotan, namun masih juga menjadi juru kunci Gua
Payaman.
Sesudah Mbah Wonosemito sepuh (tua),
juru kunci Karang Kabolotan diwakilkan cucunya yaitu Ki Wagiman karena anaknya
sendiri tidak ada yang mau menggantikan sebagai juru kunci Karang Kabolotan dan
hanya menjadi juru kunci Gua Payaman sampai akhir hayatnya.
1. NIMAS RATU RETNONINGPURO
2. NIMAS RATU RETNO KENCONOWATI
3. NIMAS RATU SEKARINGPURI
4. PENGERAN BENOWO
silahkan lihat blog wisatadusunkepuhan
BalasHapussejarahnya menarik
BalasHapusMam fotone kok rong ono
BalasHapus